Rabu, 26 Januari 2011

tugas ALK

SOAL KK-1
a. Dengan menggunakan rasio financial, analisis posisi kredit relative dari:
1. Industry penyulingan bir dibanding dengan indeks S&P 400:
• Analisis kredit menggunakan rasio lancar dan rasio cepat
Analisis posisi kredit suatu perusahaan dapat dilihat dengan menggunkan analisis rassio finansia yaitu rasio lancer dan rasio cepat perusahhaan tersebut. Berikut ini perbandingan analisi kredit perusahaan penyulingan bir dan S&P 400 menggunakan rasio lancer dan rasio cepatnya dari tahun 2 sampai tahun 6:
Tahun 2 rasio lancar penyulingan bir sebesar 1,3 dan S&P 400 sebesar 1,5. Dari angka tersebut tentunya rasio lancar S&P 400 lebih besar 0,2 dibanding penyuling bir. Dari angka tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan S&P 400 lebih siap apabila utangnya suatu saat ditagih. Rasio lancar S&P 400 sebesar 1,5 ini berarti setiap Rp.1,- dapat ditutupi menggunakan aktiva lancar sebesar Rp.1,5,-. Sementara rasio penyulingan bir sebesar 1,3, ini mengindikasikan bahwa setiap Rp.1,-utang lancer dapat ditutupi Rp.1,3,- aktiva lancer. Dilihat dari rasio lancarnya pada tahun 2, kedua perusahaan dalam keadaan likuid akan tetapi S&P 400 tingkat likuidnya lebih baik dibanding penyyulingan bir.
Sementara apabila dilihat dari rasio cepat pada tahu 2 perusahaan S&P 400 masih lebih tinggi dibanding penyulingan bir. Pada tahun 2 rasio lancar kedua perusahaan itu masing-masing 0,9 dan 0,7. Dari angka tersebut S&P 400 setiap Rp.1,-utang perusahaan dapat ditutupi Rp.0,9,- aktiva lancar paling likuid. Sementara perusahaan penyulingan bir rasio lancarnya sebesar 0,7 ini mengindikasikan bahwa ada Rp.0,7 aktiva lancar untuk membiayai setiap Rp.1,- utang lancar yang jatuh tempo. Rasio cepat dari kedua perusahaan lebih rendah disbanding rasio lancarnya, hal ini berarti jumlah persediaan yang terdapat dalam aktiva lancar itu cukup besar. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2 perusahaan ini masih tidak dalam keadaan likuid disebabkan utang yang telah jatuh tempo tidak dapat dibiayai menggunakan aktiva lancar yang paling likuid.
Pada tahun 3 rasio lancar perusahaan S&P 400 lebih tinggi dibanding rasio lancar penyulingan bir. Akan tetapi rasio lancar S&P 400 sama dengan tahun 2 sedangkan penyulingan bir meningkat 0,1 persen. Ini berarti bahwa perusahaan penyulingan bir mengalami peningkatan likuiditasnya. Sementara untuk rasio cepat perusahaan penyulingan bir juga meningkat 0,1 dibanding tahun 2. Sementara untuk tahun 4 perbandingan baik rasio lancar maupun rasio cepat antara kedua perusahaan sama dengan tahun 2.
Pada tahun 5 besar rasio lancar perusahaan penyulingan bir sebesar 1,5 sedangkan S&P 400 adalah 1,4. Ini berarti rasio lancar perusahaan penylingan lebih tinggi dibanding dengan S&P 400. Tingginya tingkat rasio lancar penyulingan bir, ini mengindikasikan bahwa penyulingan bir tingkat likuiditasnya juga lebih tinggi dibanding S&P 400. Dan apabial dilihat dari rasio cepat penyulingan bir juga mengalami peningkatan 0,2 kali dibanding dengan tahun 3 sementara S&P 400 turun menjadi 0,8 kali. Maningkatnay rasio cepat penyulingan bir berarti setiap Rp.1 utang lancarnya ditagih maka tersedia aktiva lancar paling likuid sebesar Rp.1 untuk menutupinya.
Pada tahun 4 baik itu perusahaan S&P 400 atau penyulingan bir tingkat rasio lancarnya sama. Ini berarti bahwa prestasi perusahaan sama. Akan tetapi bila dilihat dari rasio cepat, penyulingan bir lebih likuid dibanding dengan S&P 400.
• Analisis kredit menggunakan utang jangka panjang terhadap asset dan rasio total utang.
Rasio utang jangka panjang terhadap total asset dan rasio total utang digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh pinjaman
Pada tahun2 besar rasio utang jangka panjang terhadap asset adalah penyulingan bir sebesar 21% dan S&P 400 sebesar 24% sementara untuk rasio total utang adalah penyulingan bir sebesar 37% dan S&P 400 sebesar 43%. Tahun 3 besar rasio utang jangka panjang terhadap total asset untuk kedua perusahaaan adalah perusahaan penyuligan bir sebesar 18% dan perusahaan S&P 400 sebesar 23%. Sementara untuk rasio total utang perusahaan penyulingan bir dan S&P 400 pada tahun ini masing-masing sebesar 15% dan 25%. Pada tahun 4 rasio utang jangka panjang terhadap asset adalah penyulingan bir sebesar 15% dan S&P 400 sebesar 25% sementara untuk rasio total utang sebesar penyulingan bir sebesar 31% dan S%P 400 sebesar 44%. Tahun 5 rasio uatang jangka panjang terhadap asset untuk perusahaan penyulingan bir an S&P 400 adalah masing-masing sebesar 15% dan 26% dan rasio total utang untuk penyulingan bir sebesar 32% dan S&P 400 sebesar 48%. Dan pada tahun 6 besar rasio utang jangka panjang terhadap asset penyulingan bir sebesar 17% dan S&P 400 sebesar 27%. Sementara untuk rasio total utang penyulingan bir dan S&P 400 masing-masing sebesar 34% dan 48%.
Dari perbandingan baik rasio utang terhadap jangka panjang terhadap asset ataupun rasio total utang adalah sebagi berikut:
Dari angka-angka rasio total utang dari tahun ke tahun untuk perusahan penyulingan bir semua berada diatas 30% ini berarti bahwa dalam menambah aktiva, perusahaan banyak melakukan pinjaman. Contoh pada tahun 6 diamana penyulingan bir mempunyai rasio total utang adalah sebesar 37% ini berarti bahwa 37% aktiva perusahaan dibelanjai oleh pinjaman dan terdapat 17% didalam persentase tersebut merupakan utang jangka panjang. Sementara untuk perusahaan S&P 400 besar rasio total utang pada tahun 6 adalah sebesar 48%, ini berarti bahwa terdapat 48% aktiva perusahaan dibelanjai oleh pinjaman. Dan 27% utang tersebut merupakan utang jangka pannjang.
2. Anheuser-Busch dibandingkan dengan industry penyulingan
• Analisis kredit menggunakan rasio lancar dan rasio cepat
Perusahaan Anheuser-Busch mempunyai rasio lancar pada tahun 2 sebesar 1,1 dan perusahaan penyulingan bir sebesar 1,3 dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua perusahaan dalam kondisi likuid. Akan tetapi tingkat likuiditas perusahaan penyulingan bir lebih tinggi dibanding dengan Anheuser-Busch. Dan apabila likuiditasnya dilihat dari rasio cepatnya kedua perusahaan tidak dalam keadaan likuid. Untuk penyulingan bir besar rasio cepatnya adalah 0,7 angka ini menggambarkan bahwa setiap Rp.1 utang lancar hanya mammpu ditutupi Rp.0,7 aktiva lancar yang paling likuid. Dan perusahaan Anheuser-Busch besar rasio cepatnya adalah 0,4 kali, itu artinya bahwa apabila utang perusahaan sauatu saat ditagih maka perusahaan tidak mampu memabyarnya dengan menggunakan aktiva lancar karena setiap Rp.1 utang lancar hanya mampu ditutupi oleh aktiva yan paling likuid yaitu sebesar Rp. 0,4.
Pada tahun 3 tingkat likuiditas tidak jauh berbeda bila dibandingkan denga tahun2 dimana rasio lancar untuk kedua perusahaan hanya mengalami penigkatan 0,1 kali. Untuk rasio cepat kedua perusahaan ini meningkat. Perusahaan penyulingan bir meningkat 0,1 kali menjadi 0,8 dan Anheuser-Busch meningkat 0,3 kali menjadi 0,7. Dari angka rasio cepat tersebut maka keadaan perusahaan tidak dalam kondisi likuid dikarenakanrasio cepat berada di bawah 1.
Pada tahun 4 rasio lancar peyulingan bir sebesar 1,3, angka ini mengindikasikan bahwa setiap Rp.1 utang lancar perusahaan penyulingan bir bila suatu saaat diragih maka tersedia dana Rp.1,3 aktiva lancar untuk menutupi utang tersebut. Perusahaan penyulingan bir dalam kondisi likuid bila dilihat dari rasio lancar. Sementara Anheuser-Busch rasio lancarnya sebesar 1,1 kali hal ini berarti bahwa perusahaan dalam keadaan cukup likuid dikarenakan apabila suatu saat utang lancar ditagih oleh pihak kreditur maka tersedia dana untuk melunasinya. Semetara apabila dilihat dari rasio cepat, maka kedua perusahaan tidak dalam keadaan likuid.
Pada tahun 5 kedua perusahaan dalam kondisi likuid bila dilihat dari rasio lancarnya dan apabila dilihat dari rasio cepat perusahaan penyulingan bir dalam keadaan cukup likuid sementara untuk perusahaan Anheuser-Busch tidak dalam keadaan likuid.
Pada tahun 6 rasio lancar penyulingan bir dan Anheuser-Busch masing-masing 1,4 dan 1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa rasio lancar penyulingan bir lebih tinggi. Dan apabila rasio lancar tersebut digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas dari kedua perusahan tersebut, maka perusahaan dalam kondisi likuid. Sementara untuk rrasio cepat penyulingan bir dan Anheuser-Busch adalah masing-masing sebesar 0,8 dan 0,4 kali. Apabila rasio ini digunakan untuk melihat tingkat likuditas, maka kedua perusahaan ini tidak dikategorikan perusahaan yang mampu melunasi utang lancarnya menggunakan aktiva lancar yang paling likuid.
• Analsis kredit dilihat dari rasio utang jangka panjang terhadap asset dan rasio total utang.
Apabila dilihat dari rasio total utang maka kita akan melihat seberapa persen aktiva perusahaan dibelanaji dengan utang. Dan untuk rasio utang jangka panjang terhadap asset mengukur persentase total asset dibelanjai menggunakan pinjaman jangka panjang.
Pada tahun 6 perusahaan penyulingan bir mempunyai rasio total utang sebesar 34% dan rasio utang jangka panjang terhadap asset sebesar 17%. Hal ini mengindikasikan bahwa 34% aktiva perusahaan diperoleh atau dibelanjai menggunakan utang/pinjaman, dan 17% didalamnya merupakan utang jangka panjang. Sementara perusahaan Anheuser-Busch memiliki rasio total utang sebesar 37% dan rasio utang jangka panjang terhadap asset sebesar 19%. Angka ini menunjukkan bahwa asset perusahaan dibelanjai menggunakan pinjaman cukup besar. Dimana ada 37% asset perusahaan dibelanjai menggunakan pinjaman. Dan 19% asset merupakan pinjaman jangka panjang. Semakin tinggi kedua rasio ini, berarti batas pengamanan bagi kreditur makin rendah. Dan kemampuan kedua perusahaan ini dalam melunasi utangnya juga rendah.

3. Anheuser-Busch dibandingkan dengan S&P 400
• Analisis kredit menggunakan rasio lancar dan rasio cepat
Pada tahun 2, 3,4,5, dan 6 tingkat likuiditas perusahaan relative tetap dari tahun ketahun dan dapat dikatakan peruahaan yang kemapuan melunasi utang jangka pendeknya cukup baik. Pada tahu 2 rasio lancar perusahaan Anheuser-Busch sebesar 1,1 lebih rendah dibanding perusahaan S&P 400 yang besarnya adalah 1,5 kali. Pada tahun 3 besar rasio lancar perusahaan Anheuser-Busch dan S&P 400 masing-masing sebesar 1,2 dan 1,5. Pada tahun 4 rasio lancar Anheuser-Busch sebesar 1,1 dan S&P 400 sebesar 1,5. Pada tahun 5 rasio lancar perusahaan Anheuser-Busch dan S&P 400 masing-masing sebesar 1,4 dan 1,2 dan pada tahun 6 rasio lancar kedua perusahaan ini adalah Anheuser-Busch sebesar 1,4 dan S&P 400 sebesar 1,0. Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat likuiditas Anheuser-Busch lebih rendah bila dibandingkan S&P 400.
Sementara apabila tingkat likuiditas kedua perusahaan ini diukur menggunakan rasio cepanya, maka perusahaan Anheuser-Busch memiliki tingkat likuiditas lebih rendah dari perusahaan S&P 400. Contoh pada tahun 6 tingkat rasio cepat Anheuser-Busch sebesar 0,4 sedangkan S&P 400 sebesar 0,8. Dari angka tersebut dapat disimpulkan kedua perusahaan tidak dalam keadaaan likuid.


• Analisis kredit menggunakan rasio total utang dan utang jangka panjang terhadap asset.
Untuk rasio total utang kedua perusahaan adalah sebagai berikut:
Pada tahun 2 perusahaan Anheuser-Busch sebesar 41% dan S&P 400 sebesar 43%. Tahun 3 Anheuser-Busch sebesar 39% dan S&P 400 sebesar 42%. Tahun 4 Anheuser-Busch sebesar 34% dan S&P 400 sebesar 44%. Tahun 5 Anheuser-Busch sebesar 33% dan S&P 400 sebesar 48%. Dan pada tahun 6 rasio total utang kedua perusahaan masing-masing adalah 37% dan 48%.
Berikut ini rasio utang jangka panjang terhadap asset dari tahun 2 samapi tahun 6 adalah:
Pada tahun 2 rasio utang jangka panjang terhadap asset perusahaan Anheuser-Busch sebesar 25% dan S&P 400 sebesar 24%. Tahun 3 Anheuser-Busch sebesar 22% dan S&P 400 sebesar 23%. Tahun 4 Anheuser-Busch sebesar 18% dan S&P 400 sebesar 25%. Tahun 5 besar rasio uatng jangka panjang terhadap asset adalah Anheuser-Busch 17% dan S&P 400 sebesar 26%. Dan untuk tahun 6 Anheuser-Busch sebesar 19% dan S&P 400 sebesar 27%.
Dari rasio tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahu 2 sampai tahu 6 dari kedua perusahaan persentase aktiva dibelanjai menggunakan pinjaman terlalu besar. Dan utang tersebut merupakan utang jangka panjang yang memiliki persentase tertinggi. Contohnya pada tahun 6 besar rasio total utang untuk perusahaan Anheuser-Busch sebesar 37% dan rasio utang jangka panjang terhadap rasset adalah sebesar 19%. Angka tersebut mengindikasikan bahwa ada 37% aktiva perusahaan dibelanjai menggunakan utang, dan 19% aktiva tersebut merupakan utang jangka panjang. Sementara untuk perusahaan S&P 400 rasio total utang sebesar 48% dan rasio utang jangka panjang terhadap asset sebesar 27%. Hal ini berarti ada 48% dari total aktiva dibelanjai menggunakan pinjaman dan 27% diantaranya merupakan pinjaman jangka panjang.

b. Menggunakan analisis diatas maka dapat digambarkan posisi sekarang dari perusahaan Anheuser-Busch.
Dari analisis di atas perubahan kualitas kredit dari Anheuser-Busch tidak mengalami perubahan yang signifikasn dikarenakan persentase jumlah asset dibelanjai menggunakan utang cukup besar. Itu dapat terlihat dari rasio lima tahun terakhir. Dan diantara asset tersebut terdapat persentase asset yang dibelanaji oleh pinjaman jangka panjang. Selain itu tingkat likuiditas perusahaan rendah dimasa sekarang baik itu dilihat dari rasio lancar apalagi dilihat dari rasio cepat. Meskipun kas yang digunakan untuk melunasi utang cukup besar akan tetapi perputaran asset yang digunakan untuk menghasilkan laba hanya 1,4 kali. Selain itu rasio margin laba bersih dari tahun ke tahun naik tapi itu tidak mampu menutupi kualitas kredit perusahaan ini. Jadi kesimpulan kami perusahaan tidak mengalami perubahan kreditnya.

SOAL KK-2 .
Tidak bisa dikerja dikarenakan tidak ada soal 10-5 didalam buku. Sementara soal harus berdasarkan soal tersebtu.

SOAL KK-3
a. Direktur penelitian laba tetap (fixed income) berpendapat bahwa keempat rasio yang dihitung tersebut tidak memperlihatkan perubahan yang penting pada kondisi financial FGC. Berdasarkan hasil diskusi kami, dapat dijelaskan berbagai keterbatasan dari rasio-rasio dalam menilai likuiditas dan kinerja operasi dari FGC sebagai berikut:

• Rasio Cepat (acid test ratio)
Pada tahun 4 rasio cepat perusahaan ini sebesar 0,73 kali. Angka ini berarti bahwa setiap Rp.1 utang lancar perusahaan hanya mampu di tutupi Rp.0,73 aktiva lancar yang paling likuid. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dalam keadaan tidak likuid.
Pada tahun 5 rasio cepat perusahaan ini meningkat 0,05kali menjadi 0,78 kali. Rasio tersebut berarti bahwa perusahaan tidak mampu menutupi utang lancarnya dengan menggunakan asset yang mudah dicairkan, karena setiap Rp.1 utang hanya mampu ditutupi Rp.0,78 menggunakan aktiva lancar yang paling mmudah dicairkan. Dalam kondisis seperti ini perusahaan tidak dalam keadaan likuid.
Pada tahun 6 rasio cepat FGC kembali turun 0,01 dibanding tahun 5 akan tetapi lebih tinggi dibanding tahun 4, rasio cepat pada tahun ini sebesar 0,77. Dari angka/rasio tersebut hanya ada Rp.0,77 asset lancar yang mudah dicairkan untuk menutupi setiap Rp.1 utang lancarnya bila utang tersebut suatu saat ditagih oleh kreditur. Dan dari rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 6 perusahaan FGC tidak dalam keadaan likuid.
Dari analisis rasio cepat di atas perusahaan FGC tidak memperlihatkan perubahan yang penting pada kondisi finansialnya.
• Perputaran Piutang
Rasio perputaran piutang digunakan untuk menunjukkan dan menganalisis berapa kali parusahaan menagih piutangnya dalam suatu periode. Angka /rasio ini ini juga menunjukkan efisiensi kinerja perusahaan dalam mengelola piutangnya.
Pada tahun 4 besar rasio perputaran piutang FGC adalah 8,9 kali. Pada periode ini perusahaan hanya dapat melakukan 8,9 kali penagihan terhadap piutangnya. Sementara untuk tahun 5 besar rasio perputaran piutang sebesar 8,1 kali. Angka tersebut lebih rendah dibanding periode sebelumnya. pada periode ini perusahaan hanya mampu mmelakukan penagihan piutangnya. Menurunnya rasio ini pada tahun 5 menunjukkan efisiensi penagihan piutang maki buruk karena makin lamanya pendapat dapat dilaukan.
Pada tahun 6 rasio perputaran turun sebesar 0,7 kali menjadi 7,4 kali dibanding periode tahun 5. Menurunnya rasio perputaran pitang pada periode ini berarti bahwa efisiensi penagihan justru lebih buruk dibanding tahun 5. Pada tahun ini perusahaan hanya mampu melakukan 7,4 kali penagihan.
Dari penjelasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa perubahan kondisi financial perusahaan ini tidak mengalami perubahan, justru kinerja operasinya sangat rendah.
• Perputaran Persediaan
Rasio perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk menunjukkan berapa kali (secara rata-rata) persediaan barang dijual dan diganti selama satu periode. Makin tinggi angka ini makin baik bagi perusahaan. Angka ini juga mengukur efisiensi pengelolaan persediaan.
Pada tahun 4 rasio perputaran persediaan perusahaan ini sebesar 11,4 kali. Angka ini berarti perusahaan melakukan 11,4 kali menjual dan mengganti persediaan pada tahun ini. Rasio sebesar 11,4 masih dikategorikan rendah dalam mengukur efisiensi pengelolaan persediaan.
Pada tahun 5 rasio perputaran persediaan naik menjadi 12,4 kali. Naiknya rasio ini berarti meningkatnya pula efesiensi pengelolaan persediaan. Angka ini juga berarti bahwa barang yang ada tidak terlalu lam disimpan digudang. Akan tetapi rasio perputaran persediaan sebesar 12,4 kali masih dalam rendah dalam mengukur efisiensi pengelolaan persediaan.
Dan pada tahun 6 rasio perputaran persediaan meningkat menjadi 13,3 kali dibanding tahun 5. Angka 13,3 tersebut berarti bahwa perusahaan melakukan 13,3 kali penjualan dan penggantian barang dalam satu periode. Akan tetapi angka tersebut masih tergolong rendah untuk mengukur efisiensi pengelolaan persediaan.
• Margin Laba Operasi
Angka ini mengukur berapa laba yang diperoleh untuk setiap rupiah penjualan yang dihasilkan. Selain itu, rasio ini menunjukkan produktivitas perusahaan dalam menghasilkan laba.
Pada tahun 4 rasio margin laba operasi perusahaan FGC adalah sebesar 16,6%. Angka ini menunjukkan bahwa setiap Rp.100 penjualan akan menghasilkan laba sebesar Rp.16,6. Dan pada tahun 5 rasio margin laba operasi sebesar 13,3%, angka ini lebih rendah dibanding dengan tahun 4. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba telah menurun. Penurunan ini apabila dilihat dari laporan keuangannya disebabkan oleh menurunnya tingkat penjualan sementara harga pokok penjualannya mengalami peningkatan.
Pada tahun 6 rasio margin laba operasi sebesar 14,9% meningkat dibanding tahun 5 akan tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 4. Besarnya rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp.100 penjualan dapat menghasilkan laba sebesar Rp.14,9%. Rendahnya rasio margin laba operasi berarti rendahnya produktivitas perusahaan dalam menghhasilkan laba.

b. Dua pengukuran yang lebih baik terhadap likuiditas jangka pendek dan kinerja operasi dari FGC.


a. Rasio lancar:
Keterangan Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Utang Lancar $415,9 $681,6 $539,0
Aktiva Lancar $864,6 $673,3 $544,4
Rasio 2,08 X 0,99 X 1,1 X



Dari rasio lancar tersebut di atas kita dapat menganalisis tingkat likuiditas perusahaan FGC. Pada tahun 4 rasio lancarnya sebesar 2,08 kali. Angka ini berarti setiap $1 utang lancarnya tersedia aktiva lancar $2,08 untuk melunasi utang tersebut. Hal ini berarti perusahaan dalam keadaan yang likuid.
Pada tahun 5 rasio lancar FGC menurun menjadi 0,99X bila dibandingkan dengan tahun 4. Angka 0,99 berarti bahwa perusahaan dalam keadaan tidak likuid, karena hanya ada $0,99 aktiva yang dapat digunakan untuk menutupi utang yang jatuh tempo sebesar $1.
Sementara untuk tahun 6 rasio lancar FGC sebesar 1,1 kali meningkat dibanding tahun 5 akan tetapi masih rendah dibanding tahun 4. Rasio lancar sebesar 1,1 kali mmengindikasikan bahwa setiap $1 utang lancar tersedia aktiva lancar $1,1 untuk melunasinya. Dan pada tahun ini perusahaan dalam keadaaan cukup likuid, karena tersedia dana untuk menutupi utang pada saat ditagih oleh pihak pemberi utang tersebut.
b. Perputaran Aktiva

Keterangan Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Penjualan bersi $2,254,4 $2.248,0 $1.107,7
Total Aktiva 1.957,5 1.821,2 1.657,3
Rasio 1,15 1,23 0,67

Analisis rasio perputaran aktiva digunakan untuk mengukur kinerja operasi sebuah perusahaan dan melihat sejauh mana penggunaan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan.
Pada tahun 4 FGC mempunyai rasio perputaran aktiva sebesar 1,15 kali hal ini mengindikasikan bahwa setiap $1 aktiva yang dimiliki perusahaan hanya mampu menghasilkan penjualan sebesar $1,15.
Pada tahun 5 rasio perputaran aktiva FGC sebesar 1,23 kali, meningkat sebesar 0,08 kali dibanding tahun sebelumnya. anngka tersebut berarti bahwa setiap $1 aktiva yang dimiliki perusahaan hanya mampu menghasilkan penjualan sebesar $1,23.
Dan untuk tahun 6 rasio perputaran aktiva turun menjadi 0,67 kali. Menurunnya rasio ini mengindikasikan bahwa penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan sangat rendah. Karena setiap $1 aktiva yang dimiliki perusahaan hanya mampu mengahasilkan penjualan sebesar $0,67. Rendahnya rasio tersebut berarti kinerja operasi perusahaan dalam penggunaan aktiva guna menghasilkan penjualan buruk.
c. Membeli, menahan atau menjual obligasi
Dari analisis diatas bahwa kami dapat menyimpulkan perusahaan dalam keadaan tidak stabil bahkan kami proyeksikan akan mengalami kebangkrutan beberapa tahun kedepan sehingga kami memutuskan untuk menjual obligasi FGC dengan alasan kami tidak yakin bahwa obligasi tersebut akan memberikan keuntungan bagi kami.


KASUS KK-2
Analsis Finansial Komprehensif (ZETA CORPORATION)
a. Kenaikan dalam ekuitas pemegang saham sejumlah $7.000 untuk tahun 6 adalah:
- Meningkatnya saham biasa pada tahun 6 dibanding dengan tehun 5 sebesar $500
- Modal disetor juga mengalami penambahan sebesar $9.500
- Menurunya laba yang dihasilkan sebesar $3.000
Perhitungan:
Saham biasa $ 500
Modal disetor $9.500
Laba ($3.000)
Peningkatan total ekuitas pemegang saham $7.000

b. Catatan 6 menjelaskan “kapitaslisasi obligasi sewa guna usaha” dari $1.000.
- Surat utang dengan bunga 10% kepada institusi investor yang terutang dengan cicilan tahunan sebesar $900 sampai tahun 10 hanya pos inilah yang meningkat pada tahun ini yaitu $900.
- Jumlah yang merefleksikan sewa guna usaha ini adalah obligasi lindung guna terkapitalisasi terutang sampai tahun 9 dengan tingkat bunga rata-rata sebesar 8% yaitu sebesar $1000
- Sewa guna usaha ini dalam laporan arus kas adalah kas yang tersedia dari dari (dan digunakkan untuk) pembiayaan. Dimana perusahaan mengurangi utang jangka panjangnya sebesar $1.000

c. Menentukan utang yang dibayarkan pada tahun 6 adalah:
• Membayar wesel tak terjamin kepada bank $4.000
• Obligasi 1.000
• Wesel bayar kepada bank 5.000
• Jaminan dan surat utang lainnya 1.700
• Utang yang jatuh tempo 1.000
Total utang jangka panjang yang dibayar 12.700
Sementara ada peningkatan utang terhadap investor sebesar $900 sehingga hasil perhitungan kami bahwa jumlah utang yang terdapat pada neraca sebesar $15,200 sudah sama dengan yang kami hitung.

KASUS KK-3
Analisis Komprehensif
Untuk Investasi Ekuitas
a. Analisis komparasi dalam empat area pada perusahaan Coca-Cola Company (KO) dan Coco-Cola Ente$rise (CCE).
1. Likuiditas Jangka Pendek
Rasio lancar:

Coca-Cola Company (KO)
Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan adalah menghitung rasio lancarnya. Pada perusahaan Coca-Cola Company (KO) memiliki rasio lancar sebesar 1,13 kali, ini berarti bahwa setiap $. 100 utang lancar perusahaan dapat ditutupi dengan $.113 aktiva lancarnya. Dan dalam rasio sebesar itu perusahaan dalam keadaan likuid.

Coca-Cola Ente$rise (CCE)
Perusahaann CCE memiliki rasio lancar sebesar 0,89 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak dalam keadaan likuid. Dikarenakan hanya tersedia aktiva lancar sebesar $.89 sementara utang yang ada adalah sebesar $.100.

2. Struktur modal dan Solvabilitas
Rasio Total Utang:
Coca-Cola Company (KO)
Rasio total utang terhadap ekuitas digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Pada perusahaaan KO mempunyai rasio utang terhadap ekuitas sebesar 0,55 kali mengindikasikan bahwa untuk tiap-tiap $.1 pendanaan ekuitas, terdapat $.0,55 pendanaan dari kreditur.

Coca-Cola Ente$rise (CCE)
Perusahaan CCE memiliki rasio utang terhadap ekuitas sebesar 0,61 kali, hal ini berarti setiap $.1 pendanaan ekuitas, terdapat $.0,66 pendanaan dari kreditur.

3. Rasio Utilitas asset
Rasio pe$utaran total asset
Coca-Cola Company (KO)
Pe$utaran total asset digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan digunakan dan menghasilkan penjualan. Dan pada perusahaan KO tingkat rasio pe$utaran total assetnya sebesar 1,12 kali, berarti bahwa setiap $.1 aktiva perusahaan yang dioperasikan dapat menghasilkan penjualan sebesar $.1,12.

Coca-Cola Ente$rise (CCE)
Sementara pada perusahaan CCE lebih rendah dibandingkan dengan rasio perusahaan KO. Rasio pe$utaran total asset CCE adalah sebesar 0,83 berarti tiap $.1 aktiva perusahaan yang dioperasikan perusahaan hanya mampu menghasilkan penjualan sebesar $.0,83.

4. Profitabilitas
Margin laba:
Coca-Cola Company (KO)
Margin laba mengukur berapa laba yang diperoleh untuk setiap dollar penjualan yang dihasilkan. Perusahaan KO pada periode memiliki rasio Margin laba sebesar 0,13, hal ini mengindikasikan bahwa tiap-tiap $1 panjualan yang dihasilkan hanya mampu menghasilkan laba bersih sebesar $0,13. Laba ini relative rendah.

Coca-Cola Enterprise (CCE)
Rasio Margin laba perusahaan CCE sebesar 0,04 berarti bahwa tiap-tipa $1 penjualan yang diperoleh hanya menghasilkan laba bersih sebesar $0,04. Tingka profitabilitas perusahaan dengan melihat rasio sebesar itu dapat dikategorikan rendah.

Perbedaan anatar KO dengan CCE dari keempat area di atas sebagai berikut:
Ada beberapa perbedaan yang terdapat pada perusahaan KO dan CCE baik dari area likuiditas, struktur modal dan solvabilitas, utilitas asset dan profitabilitas. Dilihat dari likuiditas, perusahaan KO lebih baik dibanding perusahaan CCE. Hal ini dapat dilihat dari rasio lancarnya. Apabila dilihat dari solvabilitas, perusahaan KO masih lebih baik dikarenakan utang yang terdapat pada pendanaannya operasi yang dilakukan lebih rendah dibanding perusahaan CCE. Sementara dilihat dari segi utilitas asset, pemanfaatan asset untuk menghasilkan penjualan perusahaan KO lebih baik dibanding CCE. Hal ini dapat dilihat pada rasio perputaran total asset KO yang lebih besar dibanding CCE. dan pada periode ini tingkat profitabilitas perusahaan KO masih lebih baik dibanding perusahaan CCE, dimana rasio margin laba KO lebih besar dibanding CCE.
b. Lima penyesuaian terhadap laporan keuangan guna meningkatkan komparabilitas dan manfaat untuk analisis financial.
1. Perusahaan harus meningkatkan kemampuannya dalam melunasu utang jangka pendeknya, karena tingkat likuiditas kedua perusahaan masih rendah.
2. Untuk perusahaan CCE tingkat utang jangka panjang pada ekuitas cukup tinggi, hal ini perlu dikurangi.dan untuk KO tingkat utang jangka pendeknya dalam ekuitas juga sangat tinggi yang resikonya lebih besar dibanding utang jangka panjang.
3. Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva untuk operasinya guna menghasilkan penjualan masih rendah. Olehnya itu, perusahaan harus mampu memperbaiki hal itu.
4. Tingkaat ROE perusahaan relative rendah. Olehnya itu, perusahaan harus meningkatkan efisiensi penggunaan aktiva guna memperoleh laba.
5. Laba yang dihasilkan perusahaan disetiap penjualan juga rendah. Olehnya itu, perusahaan harus menahan biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang ditetapkan terlalu rendah. Hal ini harus diperhatikan perusahaan ini.